Pengertian Hak Milik Dalam fiqih muamalah by arie zuya
Pengertian Hak Milik Dalam fiqih muamalah
Kata
hak berasal dari bahasa Arab 'haqq' yang memiliki
beberapa makna. Di antaranya, hak bermakna 'ketetapan' atau 'kewajiban' hal ini
bisa dipahami dari firman Allah dalam QS. Al Anfal:8 atau juga dalam QS.
Yunus:35
Secara istilah, hak memiliki beberapa pengertian
dari para ahli fiqh. Menurut ulama kontemporer Ali Khofif, hak adalah sebuah
kemashlahatan yang boleh dimiliki secara syar'i. Menurut
Mustafa Ahmad Zarqa , hak adalah sebuah keistimewaan yang
dengannya syara' menetapkan sebuah kewenangan (otoritas) atau
sebuah beban (taklif). (Zuhaili, 1989, IV, hal.9)Menurut pengertian umum, hak adalah
:“ Sesuatu ketentuan yang digunakan
oleh syara’ untuk menetapkan suatu kekuasaan atau suatu beban hukum “.Hak juga bisa berarti milik,
ketetapan, dan kepastian, sebagaimana disebutkan dalam Alquran (QS. Yasin : 7)“ Sesungguhnya telah pasti berlaku
perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak
beriman “.Pengertian tentang hak, sama dengan
arti hukum dalam istilah ahli ushul, yaitu :“ Sekumpulan kaidah dan nash yang mengatur atas dasar harus
ditaati untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia, baik mengenai orang
maupun mengenai harta “.Ada juga yang mendefinisikan hak
sebagai berikut.“ Kekuasaan mengenai sesuatu atau
sesuatu yang wajib dari seseoarng kepada yang lainnya “.“ kekhususan memungkinkan pemilik
suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil
manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i.Apabila seseorang telah memiliki
suatu benda yang sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap
benda tersebut, baik akan dijual maupun akan digadaikan, baik diri sendiri
maupun dengan perantara orang lain. Berdasarkan definisi ini, kiranya dapat
dibedakan antara hak dan milik, untuk lebih jelas dicontohkan sebagai berikut.Seseorang pengampu berhak
menggunakan harta yang berada di bawah ampuannya, pengampuannya hak untuk
membelanjakan harta itu dan pemiliknya adalah orang yang berada di bawah
ampuannya. Dengan kata lain, tidak semua yang memiliki berhak menggunakan dan
tidak semua yang punya hak penggunaan dapat memiliki.Hak yang dijelaskan di atas
adakalanya merupakan sulthah, dan adakalanya pula merupakan taklif.a. Sulthah terbagi dua, yaitu sulthah ‘ala
al nafsi dan sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin. Sulthah ‘ala al nafsi ialah hak
seseorang terhadap jiwa, seperti hal hadlanah (pemeliharaan anak)
Sulthah ‘ala sya’in mu’ayanin ialah
hak manusia untuk memiliki sesuatu, seperti seseoarang berhak memiliki mobil.
b. Taklif adalah orang yang bertanggung
jawab, taklif adakalanya tanggungan pribadi (‘ahdah syakhshiyah) seperti
seorang buruh menjalankan tugasnya, adakalanya tanggungan harta (‘ahdah
maliyah) seperti membayar utang. Para fukaha berpendapat, bahwa hak
merupakan imbangan dan benda (a’yan). Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat,
bahwa hak adalah bukan harta (ina al-haqqlaisah hi al-mal).C. Sebab-sebab Pemilikan[2][3]Untuk memiliki harta, ternyata tidak
semudah yang dipikirkan oleh manusia. Harta dapat dimilki oleh seseorang asal
tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku ,baik hukum islam maupun
hukum adat. Harta berdasarkan sifatnya dapat dimilki oleh manusia, sehingga
manusia dapat memiliki suatu benda. Faktor – faktor yang menyebabkan harta
dapat dimiliki antara lain :1.
Ikraj al mubahatUntuk harta yang mubah (belum
dimilki oleh seseorang). Sesuai hadist yang disebutkan bahwa harta yang tidak
termasuk dalam harta yang dihormati(milik yang sah) dan tidak ada penghalang
syara' untuk dimilki .Untuk memilki benda-benda mubhat
diperlukan dua syarat ,yaitu :–
Benda mubhat belum diikhrazkan oleh orang lain. Seorang mengumpulkan air dalam
satu wadah kemudian air tersebut dibiarkan, maka orang lain tidak berhak
mengambil air tersebut karena telah diikhrazkan orang lain . Adanya maksud mimiliki. Seorang
memiliki harta mubhat tanpa adanya niat, itu tidak termasuk ikhraz. Seumpama
seorang pemburu meletakkan jaringnya di sawah kemudian terjeratlah burung –
burung. Apabila pemburu meletakkan jaring itu hanya sekedar untuk mengeringkan
jaringannya, maka ia tidak berhak memiliki burung-burung tersebut .2.
KhalafiyahBertempatnya seorang atau sesuatu
yang baru bertempat ditempat yang lama, maka telah hilang berbagai macam haknya
.Kalifah ada dua macam :– Khalifah syakhsy'an
syaksysi waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta yang
ditinggalkan oleh muwaris. Jadi, harta yang ditinggalkan muwaris disebut tirkah
. –
Khalifah syai'an
Apabila seorang merugikan milik
orang lain kemudian rusak ditangannya, maka wajiblah dibayar harganya dan
diganti kerugian-kerugian pemilik harta tersebut. Maka, khalfiyah syai'in ini
disebut tadlimin atau ta'wil (menjamin kerugian).3. Tamwull min ta
mamlukSegala yang terjadi dari benda yang
telah dimiliki menjadi hak bagi yang memiliki benda tersebut .Misalnya, bulu
domba menjadi hak milik bagi pemilik domba .Dari segi iktiar , sebab malaiyah
(memiliki) dibagi menjadi dua macam , yaitu :– ikhtiyariyahSesuatu yang mempunyai hak ikhtiar
manusia dalam mewujudkannya. Sebab ini dibagi menjadi dua macam ,yaitu ikhraj
al mubahat dan 'uqud .– JabariyahSesuatu yang senantiasa tidak
mempunyai ikhtiar manusia dalam mewujudkannya. Sebab jabariyah dibagi dua yaitu
irts dan tawallud min al mamluk .4. Karena penguasaan terhadap milik
negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun, Umar r.a ketika menjabat
menjadi khalifah berkata : sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang
memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun.
Hanafiyah berpendapat bahwa tanah yang belum ada pemiliknya kemudian
dimanfaatkan oleh seseorang, maka orang yang memanfaatkannya itu berhak
memiliki tanah itu.D. Pembagian Hak[3][4]Berbicara masalah pembagian hak,
maka jumlah dan macamnya banyak sekali, antara lain dalam pengertian umum, hak
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak mal dan hak ghair mal. Adapun
pengertian hak mal :“ Sesuatu yang berpautan dengan
harta, seperti pemilikan benda-benda atau utang-utang “.Hak ghair mal terbagi dua bagian,
yaitu hak syakhshi dan hak ‘aini. Pengertian Hak syakhshi :“ Sesuatu tuntunan yang ditetapkan
syara’ dari seseorang terhadap orang lain “.Hak ‘aini ialah hak orang dewasa
dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua. Hak ‘aini ada dua macam: ashli
dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya shabul
al-haq, seperti hak milikiyah dan hak irtifaq. Hak ‘aini thab’i ialah jaminan
yang ditetapkan untuk seseorang yang menguntungkan uangnya atas yang berhutang.
Apabila yang berhutang tidak sanggup membayar, maka murtahin berhak menahan
barang itu.Macam-macam hak ‘aini ialah sebagai
berikut. Haq al-milikiyah ialah hak yang
memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia memiliki, menggunakan, mengambil
manfaat, menghabiskannya, merusakkannya, dan membinasakannya, dengan syarat
tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
Haq al-intifa ialah hak yang hanya
boleh dipergunakan dan diusahakn hasilnya. Haq al-Isti’mal (menggunakan)
terpisah dari haq al istiqlal (mencari hasil), misalnya rumah yang diwakafkan
untuk didiami. Si mauquf ‘alaih hanya boleh mendiami, ia tidak boleh mencari
keuntungan dari rumah itu.
Haq al-irtifaq ialah hak memiliki
manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki
bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya saudara Ibrahim memiliki sawah di
sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari selokan dialirkan ke sawah saudara
Ibrahim. Sawah Tuan Ahmad pun membutuhkan air. Air dari sawah saudara Ibrahim
dialirkan ke sawah dan air tersebut bukan milik saudara Ibrahim.
Haq al-istihan ialah hak yang
diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin,
hak itu berkaitan dengan harga barang yang digadaikan, tidak berkaitan dengan
zakat benda, karena rahn hanyalah jaminan belaka.
Haq al-ihtibas ialah hak menahan
sesuatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti hak multaqith (yang menemukan
barang) menahan benda luqathah.
Haq qarar (menetap) atas tanah
wakaf, yang termasuk hak menetapkan atas tanah wakaf ialah :
Haq
al-hakr ialah menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk yang lama dengan
seizin hakim;
Haq
al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena akad ijarah dalam waktu yang lama,
dengan seizin hakim, atau tanah wakaf yang tidak sanggup dikembalikan ke dalam
keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan harga yang menyamai harga
tanah, sedangkan sewanya dibayar setiap tahun.
Haq
al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa;
Haq
al-marshad ialah hak mengawasi atau mengontrol
Haq al- murur ialah
“ hak jalan manusia pada miliknya dari jalan umum atau jalan
khusus pada milik orang lain”. Haq ta’alli ialah
“Hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan
orang lain“. Haq al-jiwar ialah hak-hak yang
timbul disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat, tinggal, yaitu hak-hak
untuk mencegah pemilik uqur dari menimbulkan kesulitan terhadap tetangganya.
Haq Syuf’ah atau haq syurb ialah
“ Kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum sendiri dan
untuk diminum bintangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya “. Ditinjau dari hak syirb, maka jenis
air dibagi menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut.a. Air umum yang tidak dimiliki oleh seseorang, misalnya air
sungai, rawa-rawa, telaga, dan lainnya. Air milik bersama (umum) boleh
digunakan oleh siapa saja dengan syarat tidak memadharatkan orang lain.
b. Air di tempat yang ada pemiliknya, seperti sumur yang dibuat
oleh seorang untuk mengairi tanaman di kebunnya, selain pemilik tanah tersebut
tidak berhak untuk menguasai tempat air yang dibuat oleh pemiliknya. Orang lain
boleh mengambil manfaat dari sumur tersebut atas srizin pemilik kebun.
c. Air yang terpelihara, yaitu air yang dikuasai oleh
pemiliknya, dipelihara dan disimpan di suatu yang telah disediakan, misalnya
air di kolam, kendi, dan bejana-bejana tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar