KEPEMILIKAN
E. Klasifikasi Pemilikan
Dalam
Fiqh Muamalah, milik terbagi dua :
1)
Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus,
artinya baik benda dan kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh
salah satunya melalui jual beli.
2)Milk
naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut,
yaitu memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya yang disebut raqabah atau
memiliki manfaatnya saja tanpa memiliki bandanya yang disebut milik manfaat
atau hak guna pakai dengan cara i’arah, wakaf, dan washiyah.
Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :
Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :
1)
Milk al ’ain / milk al raqabah : memiliki semua benda, baik benda tetap (ghair
manqul) dan benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul). Contoh : pemilikan
rumah, kebun, mobil dan motor.
2)
Milk al manfaah : seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu
benda. Contoh : benda pinjaman, wakaf, dll.
3)Milk
al dayn : pemilikan karena adanya utang. Contoh : sejumlah uang dipinjamkan
kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan.
Dari segi cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :
Dari segi cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :
1)
Milk al mutamayyiz : sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memilki
batasan-batasan, yang dapat memisahkannya dari yang lain. Contoh : antara
sebuah mobil dan seekor kerbau sudah jelas batas-batasnya.
2)
Milk al syai’ atau milk al musya : milik yang berpautan dengan sesuatu yang
nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu.
Contoh : memiliki sebagian rumah, seekor sapi yang dibeli oleh 5 orang untuk
disembelih dan dibagikan dagingnya.
1. Hak Milik Berdasarkan Bentuk
(ya’tibari mahali)
A.
Kepemilikan yang didasari dari bentuk barangnya.
1.
Kepemilikan barang (Milkiyatun al-’ain)
a. Barang yang dapat dipindah
(al-mangkulah), barang yang dapat berpindah-pindah contohnya adalah tas.
b. Perhiasan (al-ma’ta), perhiasan
yang memiliki nilai jual bagi pemiliknya, seperti emas, berlian yang suatu hari
dapat dijual kembali.
c.Hewan (al-haiwan), barang yang
berbentuk hewan, seperti sapi, kambing.
d.Tetap (al-’uqar) barang tetap
tidak dapat berpindah-pindah seperti tanah, gedung.
B. Kepemilikan
manfaat (Milkiyatun manfaat) kepemilikan berdasarkan manfaatnya, seperti buku,
karena buku dimiliki bukan berdasarkan kertasnya, cover melainkan karena
manfaatnya.
C. Kepemilikan
hutang (Milkiyatun al-adiyan), kepemilikan yang berkaitan dengan hutang dan
kredit-kredit lainnya.
2. Hak
Milik Berdasarkan Penuh atau Tidak (ma yatsa tamaw naquson)
a.Hak Penuh (milkiyatun tammah),
kepemilikan yang sudah penuh haknya, seperti pemilik dari rumahnya sendiri.
b. Hak Milik tidak Penuh (milkiyatun
ann-uqsah), kepemilikan yang masih tergantung orang lain, misalnya ahli waris
yang pewarisnya belum wafat.
3. Hak
milik berdasarkan keterpautan (ba ‘a tabara sowaro tohha)
a.Milkiyatun mutamaziyah, yaitu
adanya batasan-batasan, kejelasan perbedaan antara mobil dan rumah, jika di
halaman rumah terparkir mobil belum tentu itu adalah mobil
dari pemilik rumah, bisa saja itu mobil milik tamu, karena ada kejelasan
perbedaan antara mobil dan rumah.
b.Milkiyatun sya-i’ah, yaitu adanya
pembagian dari keseluruhan, adanya pembagian, contohnya dalam hal
investasi seriap investor memiliki bagiannya tersendiri di perusahaan, maka
kepemilikan perusahaan tersebut dibagi-bagi.
Adapun factor-faktor yang
menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain :
1. Ikraj al muhabat, untuk
harta yang mubah (belum dimiliki seseorang) atau harta yang tidak termasuk
dalam harta yang dihormati (milik yang sah) dan tidak ada penghalang syara’
untuk dimiliki. Untuk memiliki benda-benda mubahat diperlulkan dua syarat yaitu
:
a. Benda mubahat belum diikrazkan
oleh orang lain
b. Adanya niat (maksud) memiliki
b. Adanya niat (maksud) memiliki
2. Khalafiyah ialah:
حلول
شخص او شئ جديد محل قديم زائل فى الحقوق
“Bertempatnya seseorang atau sesuatu
yang baru bertempat di tempat yang lama, yang telah hilang berbagai macam
haknya”.
Khalafiyah ada dua macam :
a). Khalafiyah syakhsyi ‘an syakhsyi
yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta-harta yang
ditinggalkan oleh muwaris. Harta yang ditinggalkan oleh muwaris disebut firkah.
b). Khalafiyah syai’an syai’an yaitu
apabila seseorng merugikan milik orang lain atau menyerobot barang orang lain,
kemudian rusak ditanganya atau hilang. Maka wajiblah dibayar harganya dan
diganti kerugian. Kerugian pemilikharta.
3. Tawallud mim mamluk, yaitu segala
yang terjadi dari benda yang dimiliki hak bagi yang memiliki benda tersebut.
4. Karena penguasa terhadap milik
Negara atas pribadi yang sudah lebih dari 3 tahun di ruang lingkup hak dalam
islam. Milik yang di bahas dalam fiqih muamalah secara garis besar dapat dibagi
menjadi 2 bagian, yaitu sebagai berikut :
1.Milk tam yaitu suatu
kepemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya bentuk benda
dan kegunaanya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh dengan banyak cara
misalnya jual beli.
2.Milk naqishah,
yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut. Memiliki
benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaatnya saja tanpa
memilikizatnya.
Milk naqishah yang berupa penguasaan
terhadap zat barang (benda) disebut milk raqabah. Sedangkan milk naqish yang
berupa penguasaan terhadap kegunaanya saja disebut milk manfaat/hak guna pakai.
Dilihat dari Segi Mahal (tempat)
milik dibagi menjadi 3
1. Milk al ‘ain atau milk al raqabah,
yaitu memiliki semua benda baik benda tetap (ghair manqul) maupun benda-benda
yang dapat dipindahkan (manqul) seperti pemilikan terhadap rumah, kebun, mobil,
motor dll.
2. Milk manfaah, yaitu seseorang yang
hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Seperti benda hasil meminjam,
wakaf dll.
3. Milk al dayn, yaitu pemilikan karena
adanya utang. Misalnya sejimlah uang yang dipinjamkan kepada
seseorang/pengganti benda yang dirusakkan.
Dari Segi Shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki) milik dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Milk al mutamayyiz
ما
تعلق بشئ متعيد ذي حدود تفصله من سواه
“Sesuatu yang berpautan dengan
yang lain, yang memiliki batasan-batasan yang dapat memisahkanya
dari yang lain”.
Misalnya : antara sebuah mobil dan seekor kerbau
2. Milik al sya’I atau milik al musya yaitu :
Misalnya : antara sebuah mobil dan seekor kerbau
2. Milik al sya’I atau milik al musya yaitu :
الملك
المتعلق بجزء نسبي غير معيذ من مجموع الشبئ مهما كان ذلك الجزء كبيرا او صغيرا
“Milik yang berpautan dengan sesuatu
yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapabesar/betapa kecilnya kumpulan itu”.
Misalnya memiliki seekor sapi yang dibeli
oleh 40 orang, untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.
Pemilikan dalam berbagai jenis dan
corak sebagaimana yang telah disampaikan di muka memiliki beberapa prinsip yang
bersifat khusus.Prinsip tersebut berlaku dan mengandung implikasi hukum pada
sebagian jenis pemilikan yang berbeda pada sebagian pemilikan lainnya.
Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagaimana disampaikan di bawah ini.
Prinsip pertama .
ان الملك العين يستلزم مبد ئيا ملك المنفعة ولاعكس
‘’pada prinsipnya milk al-‘ain (pemilikan atas benda)
sejak awal disertai milk almanfaat
(pemilikan atas manfaat), dan bukan sebaliknya’’.
Maksudnya, setiap pemilikan benda
pasti diikuti dengan pemilikan atas manfaat.Dengan pada prinsip setiap
pemilikan atas benda adalah milk al-tam (pemilikan semourna).
Sebaliknya,setiap pemilikan atas manfaat tidak mesti diikuti dengan pemilikan
atas bendanya,sebagaimana yang terjadi pada ijarah
(persewaan) atau I’arah (pinjaman).
Dengan demikian pemilikan atas suatu
benda tidak dimaksudkan sebagai pemilikan atas zatnya atau materinya, melainkan
maksud dari pemilikan yang sebenarnya adalah pemanfaatan suatu barang.Tidak ada
artinya pemilikan atas suatu harta (al-mal)
jika harta tersebut tidak mempunyai manfaat.Inilah prinsip yang dipegang teguh
oleh fuqaha’ Hanafiyah ketika mendefiniskan al-mal
(harta) sebagai benda materi bukan manfaatnya.Menurut fuquha’ hanafiyah manfaat
merupakan unsur utama milkiyah
(pemilikan).
Prinsip kedua
ان اول ملكية تثبت على الشيئ الذى لم يكن مملو كا
قبلها انما تكون دائما ملكية تامّة
‘’pada prinsipnya pemilikan awal
pada suatu benda yang belum pernah dimiliki sebelumnya senantiasa sebagai milk al-tam (pemilikan sempurna)’’.
Yang dimaksud dengan pemilikan
pertama adalah pemilikan diperoleh berdasarkan prinsip ihraz al-mubahat dan dari prinsip tawallud minal-mamluk. Pemilikan sempurna seperti ini akan terus
berlangsung sampai ada peralihan pemilikan. Pemilik awal dapat mengalihkan
pemilikan atas banda dan sekaligus manfaatnya melalui jual-beli,hibbahdan cara
lain yang menimbulkan peralihan milk
al-tam kepada pihak lain,mengalihkan manfaat saja atau bendanya saja kepada
orang lain ini merupakan pemilikan
naqish.
Berdasarkan uraian di muka dapat
disimpulkan bahwa pemilikan sempurna adakalanya diperoleh melalui pemilikan
awal (ihraz al-mubahat dan al-tawallud),
sedang pemilikan naqish hanya dapat
diperoleh melalui sebab peralihan dari pemilik awal, yakni melalui akad.
Prinsip ketiga
ان ملكية العين لاتقبل التوقبت اما ملكية المنفعة
فالاصل فيها التوقيت
‘’pada prinsipnya pemilikan sempurna
tidak dibatasi waktu, sedang pemilikan naqish dibatasi waktu’’.
Milk al-‘ain
berlaku sepanjang saat (mu’abbadah)
sampai terdapat akad yang mengalihkan pemilikan kepada orang lain.Jika tidak
muncul suatu akad baru dan tidak terjadi khalafiyah, pemilikan terus berlanjut.
Adapun milk al-manfaat yang tidak
disertai pemilikan bendanya berlaku dalam waktu yang terbatas,sebagaimna yang
berlaku pada persewaan, peminjaman, wasiat manfaat selama batas waktu yang
telah ditentukan maka berakhirlah milk-al
manfaat.
Batas waktu dalam milk al manfaat ini jika bersumber dari
akad mu’awwadhah seperti ijarah (persewaan) maka sebelum
berakhir batas waktunya pemilik benda tidak berhak menuntut pengembalian,karena
sesungguhnya ijarah merupakan bai’ al-manfaat
(jual beli atas manfaat) dalam batasan waktu tertentu. Apabila milk al-manfaat tersebut bersumber dari
akad tabbaru’ seperti pada I’arah (peminjaman), biasanya tidak
diikuti batas waktu yang pasti. Namun pada umumnya pihak yang meminjamkan
menghendaki pengembalian dalam waktu dekat, sehingga setiap saat ia dapat
meminta pengembalian benda yang dipinjamkannya.
Sekalipun demikian para fuquha’ juga
memperhatikan batas waktu pengembalian ‘ariyah
yang menimbulkan kerugian pada pihak peminjam.Seperti jika seorang pemilik
meminjamkan tanah untuk kepentingan bercocok tanam, berkebun atau untuk
mendirikan bangunan.Kemuadian pemilik menghendaki pengembalian tanah tersebut
sebelum pekerjaan tersebut diselesaikan. Mengenai hal ini fuquha’ menetapkan
kebijakan dengan perincian perkasus,sebagaimana berikut ini.
(i) Dalam kasus pinjaman untuk pertanian,pemilik
tanah tidak berhak menuntut pengembalian sebelum masa panen, sebab pertanian
berlangsung dalam satu musim tanam. Berbeda dengan kasus persewaan tanah untuk
pertanian. Dalam hal ini penggunaan melebihi kasus persewaan tanah untuk
pertanian. Dalam hal ini penggunaan melebihi batas waktu sampai masa panen
diganti dengan penambahan ongkos sewa. Dengan cara demikian terpeliharalah hak
pemilik sedang pihak penyewa tidak dirugikan.
(ii) Dalam kasus
pinjaman untuk tujuan perkebunan dan untuk mendirikan bangunan,pemilik tanah
berhak menarik kembali tanahnya setiap saat ia suka. Ketika itu peminjam wajib
mencabut kebun atau merobohkan bangunan dan menyerahkan tanah kepada pemiliknya
dalam keadaan kosong. Karena perkebunan pendirian bangunan berlangsung tidak
terbatas masa tertentu, tidak seperti pertanian yang berakhir dengan masa
panen. Namun jika sejak semula pinjaman tersebut dibatasi dengan waktu, sedang
pemilik menarik kembali tanahnya sebelum usaha yang dilakukan pihak pinjaman
selesai dilakukan, maka pemilik benar-benar telah berbuat curang (gharar) yang sangat merugikan. Dalam
kasus sepeti ini pihak peminjam berhak menuntut kerugian yang terhitung sejak
pengosongan tanah sampai batas akhir waktu, dengan mempertimbangakan harga jual
bangunan atau perkebunan.
Prinsip keempat
ان ملكية الاعيان لاتقبل الاسقاط وانما يقبل النقل
‘’pada prinsipnya pemilikan benda
tidak dapat digugurkan,namun dapat dialihkan atau dipindah’.
Sekalipun seseorang bermaksud
menggugurkan hak miliknya atas suatu barang, tidak terjadi pengguguran, dan
pemilikan tetap berlaku baginya. Berdasarkan prinsip ini islam melarang sa’ibah (litt.melepaskan),yaitu
perbuatan semata menggugurkan atau melepaskan suatu milik tanpa pengalihan
kepada pemilik baru. Secara umum perbuatan ini termasuk dalam kategori tabdzir (menyia-nyiakan) karunia tuhan.
Prinsip kelima
ان الملكية الشائعة فى الاعيان المادية هي فى الاصل
كالملكية المتميزة المعينة فى قابلية التصرّف الالمانع
‘’pada prinsipnya mal al-masya’ (pemilikan campuran) atas
benda materi, dalam hal tasharruf, sama posisinya dengan milk al-mutayyaz, kecuali ada halangan (al-mani)’’.
Berdasarkan prinsip ini
diperbolehkan menjual bagian dari milik campuran,mewakafkan atau berwasiat
atasnya. Karena tasharruf atas
sebagian harta campuran sama dengan bertasharruf atas pemilikan benda secara
keseluruhan. Kecuali bertasharruf dengan tiga jenis akad: rahn(jaminan utang), hibah
dan ijarah (persewaan). Halangan
bertasharruf pada rahn dikarenakan
tujuan rahnadalah sebagai agunan
pelunasan hutang, sehingga marhun
(benda agunan)harus diserahkan kepada murtahin
(pemegang gadai/agunan). Yang demikian tidak sah dilakukan atas sebagian dari
milik campuran.
Halangan bertasharruf dengan hibbah dikarenakan kesempurnaan hibbah
harus disertai penyerahan (aq-qabdhu),
sedang penyerahan hanya dapat dilakukan pada milk al-mutayyaz.(harta dapat dipisahkan dari yang lainya). Adapun
halangan tasharruf dengan ijarah,menurut
pandangan fuquha’ hanafiyah adalah jika akad ijarah tersebut dilakukan terhadap sebagian dari harta
campuran.namun jika ijarah dilakukan
oleh masing-masing sekutu atas keseluruhan harta campuran, yang demikian ini
tidak ada halangan.
Prinsip keenam
ان الملكية السائعة فى الديون المشتركة و هي متعلقة
بالذمم لاتقبل القسمة
‘’pada prinsipnya milik campuran
atas hutang bersama yang berupa suatu beban pertanggungan tidak dapat
dipisah-pisahkan’’.
Apabila pemilikan atas hutang
berserikat telah dilunasi (diserahkan) maka telah berubah menjadi milk al-‘ain bukan lagi sebagai milk al-dain.Kemudian dapat dilakukan
pembagian bagi masing-masing pemiliknya, sebagaimana yang dapat dilakukan
terhadap setiap harta campuran yang dapat menerima pembagian.
Berdasarkan prinsip ini, apabila
salah seorang dari sejumlah orang yang memiliki piutang bersama menerima
pelunasan hutang yang sepadan dengan bagian yang dimilikinya, maka pelunasan
tersebut harus dibagi di antara sekutunya.Sebab kalau seorang di antara mereka
dapat melepaskan diri dari sekutunya dalam hal pelunasan hutang harus
dinyatakan sebelumnya bahwa telah terjadi pembagian atas piutang bersama dalam
bentuk pertanggungan sehingga tidak lagi sebagai piutang bersama, melainkan
telah berubah menjadi piutang mumayyazah.Demikianlah maksud dari ‘’piutang
bersama tidak dapat pisah-pisahkan’’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar