Kamis, 27 Maret 2014

KEPEMILIKAN MENURUT FIQIH MUAMALAH BY ARIE ZUYA

KEPEMILIKANE.   Klasifikasi Pemilikan[1][5] Dalam Fiqh Muamalah, milik terbagi dua :1) Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya baik benda dan kegunaannya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh salah satunya melalui jual beli.2)Milk naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut, yaitu memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya yang disebut raqabah atau memiliki manfaatnya saja tanpa memiliki bandanya yang disebut milik manfaat atau hak guna pakai dengan cara i’arah, wakaf, dan washiyah. Dari segi tempat, milik terbagi menjadi 3 :1) Milk al ’ain / milk al raqabah : memiliki semua benda, baik benda tetap (ghair manqul) dan benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul). Contoh : pemilikan rumah, kebun, mobil dan motor.2) Milk al manfaah : seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Contoh : benda pinjaman, wakaf, dll.3)Milk al dayn : pemilikan karena adanya utang. Contoh : sejumlah uang dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Dari segi cara berpautan milik dengan yang dimiliki (shurah) milik dibagi 2 :1) Milk al mutamayyiz : sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memilki batasan-batasan, yang dapat memisahkannya dari yang lain. Contoh : antara sebuah mobil dan seekor kerbau sudah jelas batas-batasnya.2) Milk al syai’ atau milk al musya : milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu. Contoh : memiliki sebagian rumah, seekor sapi yang dibeli oleh 5 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.Hak milik dalam islam dapat di lihat sebagai berikut :[2][6]1. Hak Milik Berdasarkan Bentuk (ya’tibari mahali)A.  Kepemilikan yang didasari dari bentuk barangnya.
1. Kepemilikan barang (Milkiyatun al-’ain)
a. Barang yang dapat dipindah (al-mangkulah), barang yang dapat berpindah-pindah contohnya adalah tas.b. Perhiasan (al-ma’ta), perhiasan yang memiliki nilai jual bagi pemiliknya, seperti emas, berlian yang suatu hari dapat dijual kembali.c.Hewan (al-haiwan), barang yang berbentuk hewan, seperti sapi, kambing.d.Tetap (al-’uqar) barang tetap tidak dapat berpindah-pindah seperti tanah, gedung.B.             Kepemilikan manfaat (Milkiyatun manfaat) kepemilikan berdasarkan manfaatnya, seperti buku, karena buku dimiliki bukan berdasarkan kertasnya, cover melainkan karena manfaatnya.C.    Kepemilikan hutang (Milkiyatun al-adiyan), kepemilikan yang berkaitan dengan hutang dan kredit-kredit lainnya.2.      Hak Milik Berdasarkan Penuh atau Tidak (ma yatsa tamaw naquson)
a.Hak Penuh (milkiyatun tammah), kepemilikan yang sudah penuh haknya, seperti pemilik dari rumahnya sendiri.b. Hak Milik tidak Penuh (milkiyatun ann-uqsah), kepemilikan yang masih tergantung orang lain, misalnya ahli waris yang pewarisnya belum wafat.3.      Hak milik berdasarkan keterpautan (ba ‘a tabara sowaro tohha)
a.Milkiyatun mutamaziyah, yaitu adanya batasan-batasan, kejelasan perbedaan antara mobil dan rumah, jika di halaman rumah terparkir mobil belum tentu    itu adalah mobil dari pemilik rumah, bisa saja itu mobil milik tamu, karena ada kejelasan perbedaan antara mobil dan rumah.b.Milkiyatun sya-i’ah, yaitu adanya pembagian dari keseluruhan, adanya pembagian, contohnya dalam hal investasi seriap investor memiliki bagiannya tersendiri di perusahaan, maka kepemilikan perusahaan tersebut dibagi-bagi.Adapun factor-faktor yang menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain :1.  Ikraj al muhabat, untuk harta yang mubah (belum dimiliki seseorang) atau harta yang tidak termasuk dalam harta yang dihormati (milik yang sah) dan tidak ada penghalang syara’ untuk dimiliki. Untuk memiliki benda-benda mubahat diperlulkan dua syarat yaitu :a. Benda mubahat belum diikrazkan oleh orang lain b. Adanya niat (maksud) memiliki2. Khalafiyah ialah:حلول شخص او شئ جديد محل قديم زائل فى الحقوق       
“Bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru bertempat di tempat yang lama, yang telah hilang berbagai macam haknya”.Khalafiyah ada dua macam :a). Khalafiyah syakhsyi ‘an syakhsyi yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta-harta yang ditinggalkan oleh muwaris. Harta yang ditinggalkan oleh muwaris disebut firkah.b). Khalafiyah syai’an syai’an yaitu apabila seseorng merugikan milik orang lain atau menyerobot barang orang lain, kemudian rusak ditanganya atau hilang. Maka wajiblah dibayar harganya dan diganti kerugian. Kerugian pemilikharta.3. Tawallud mim mamluk, yaitu segala yang terjadi dari benda yang dimiliki hak bagi yang memiliki benda tersebut.4. Karena penguasa terhadap milik Negara atas pribadi yang sudah lebih dari 3 tahun di ruang lingkup hak dalam islam. Milik yang di bahas dalam fiqih muamalah secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu sebagai berikut :   1.Milk tam yaitu suatu kepemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya bentuk benda dan kegunaanya dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh dengan banyak cara misalnya jual beli.    2.Milk naqishah, yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut. Memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaatnya saja tanpa memilikizatnya.Milk naqishah yang berupa penguasaan terhadap zat barang (benda) disebut milk raqabah. Sedangkan milk naqish yang berupa penguasaan terhadap kegunaanya saja disebut milk manfaat/hak guna pakai. Dilihat dari Segi Mahal (tempat) milik dibagi menjadi 3
1.    Milk al ‘ain atau milk al raqabah, yaitu memiliki semua benda baik benda tetap (ghair manqul) maupun benda-benda yang dapat dipindahkan (manqul) seperti pemilikan terhadap rumah, kebun, mobil, motor dll.2.    Milk manfaah, yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu benda. Seperti benda hasil meminjam, wakaf dll.3.    Milk al dayn, yaitu pemilikan karena adanya utang. Misalnya sejimlah uang yang dipinjamkan kepada seseorang/pengganti benda yang dirusakkan.
     Dari Segi Shurah (cara berpautan milik dengan yang dimiliki) milik dibagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Milk al mutamayyizما تعلق بشئ متعيد ذي حدود تفصله من سواه “Sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki batasan-batasan yang dapat   memisahkanya dari yang lain”. Misalnya : antara sebuah mobil dan seekor kerbau 2. Milik al sya’I atau milik al musya yaitu :الملك المتعلق بجزء نسبي غير معيذ من مجموع الشبئ مهما كان ذلك الجزء كبيرا او صغيرا“Milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi dari kumpulan sesuatu, betapabesar/betapa kecilnya kumpulan itu”.Misalnya memiliki seekor sapi yang dibeli oleh 40 orang, untuk disembelih dan dibagikan dagingnya. F.   Beberapa Prinsip Pemilikan[3][7]Pemilikan dalam berbagai jenis dan corak sebagaimana yang telah disampaikan di muka memiliki beberapa prinsip yang bersifat khusus.Prinsip tersebut berlaku dan mengandung implikasi hukum pada sebagian jenis pemilikan yang berbeda pada sebagian pemilikan lainnya. Prinsip-prinsip tersebut  adalah sebagaimana disampaikan di bawah ini.Prinsip pertama .ان الملك العين يستلزم مبد ئيا ملك المنفعة ولاعكس‘’pada prinsipnya milk al-‘ain (pemilikan atas benda) sejak awal disertai milk almanfaat (pemilikan atas manfaat), dan bukan sebaliknya’’.Maksudnya, setiap pemilikan benda pasti diikuti dengan pemilikan atas manfaat.Dengan pada prinsip setiap pemilikan atas benda adalah milk al-tam (pemilikan semourna). Sebaliknya,setiap pemilikan atas manfaat tidak mesti diikuti dengan pemilikan atas bendanya,sebagaimana yang terjadi pada ijarah (persewaan) atau I’arah (pinjaman).Dengan demikian pemilikan atas suatu benda tidak dimaksudkan sebagai pemilikan atas zatnya atau materinya, melainkan maksud dari pemilikan yang sebenarnya adalah pemanfaatan suatu barang.Tidak ada artinya pemilikan atas suatu harta (al-mal) jika harta tersebut tidak mempunyai manfaat.Inilah prinsip yang dipegang teguh oleh fuqaha’ Hanafiyah ketika mendefiniskan al-mal (harta) sebagai benda materi bukan manfaatnya.Menurut fuquha’ hanafiyah manfaat merupakan unsur utama milkiyah (pemilikan). Prinsip keduaان اول ملكية تثبت على الشيئ الذى لم يكن مملو كا قبلها انما تكون دائما ملكية تامّة‘’pada prinsipnya pemilikan awal pada suatu benda yang belum pernah dimiliki sebelumnya senantiasa sebagai milk al-tam (pemilikan sempurna)’’.Yang dimaksud dengan pemilikan pertama adalah pemilikan diperoleh berdasarkan prinsip ihraz al-mubahat dan dari prinsip tawallud minal-mamluk. Pemilikan sempurna seperti ini akan terus berlangsung sampai ada peralihan pemilikan. Pemilik awal dapat mengalihkan pemilikan atas banda dan sekaligus manfaatnya melalui jual-beli,hibbahdan cara lain yang menimbulkan peralihan milk al-tam kepada pihak lain,mengalihkan manfaat saja atau bendanya saja kepada orang lain ini merupakan pemilikan naqish.Berdasarkan uraian di muka dapat disimpulkan bahwa pemilikan sempurna adakalanya diperoleh melalui pemilikan awal (ihraz al-mubahat dan al-tawallud), sedang pemilikan naqish hanya dapat diperoleh melalui sebab peralihan dari pemilik awal, yakni melalui akad.Prinsip ketigaان ملكية العين لاتقبل التوقبت اما ملكية المنفعة فالاصل فيها التوقيت‘’pada prinsipnya pemilikan sempurna tidak dibatasi waktu, sedang pemilikan naqish dibatasi waktu’’.Milk al-‘ain berlaku sepanjang saat (mu’abbadah) sampai terdapat akad yang mengalihkan pemilikan kepada orang lain.Jika tidak muncul suatu akad baru dan tidak terjadi khalafiyah, pemilikan terus berlanjut. Adapun milk al-manfaat yang tidak disertai pemilikan bendanya berlaku dalam waktu yang terbatas,sebagaimna yang berlaku pada persewaan, peminjaman, wasiat manfaat selama batas waktu yang telah ditentukan maka berakhirlah milk-al manfaat.
Batas waktu dalam milk al manfaat ini jika bersumber dari akad mu’awwadhah seperti ijarah (persewaan) maka sebelum berakhir batas waktunya pemilik benda tidak berhak menuntut pengembalian,karena sesungguhnya  ijarah merupakan bai’ al-manfaat (jual beli atas manfaat) dalam batasan waktu tertentu. Apabila milk al-manfaat tersebut bersumber dari akad tabbaru’ seperti pada I’arah (peminjaman), biasanya tidak diikuti batas waktu yang pasti. Namun pada umumnya pihak yang meminjamkan menghendaki pengembalian dalam waktu dekat, sehingga setiap saat ia dapat meminta pengembalian benda yang dipinjamkannya.Sekalipun demikian para fuquha’ juga memperhatikan batas waktu pengembalian ‘ariyah yang menimbulkan kerugian pada pihak peminjam.Seperti jika seorang pemilik meminjamkan tanah untuk kepentingan bercocok tanam, berkebun atau untuk mendirikan bangunan.Kemuadian pemilik menghendaki pengembalian tanah tersebut sebelum pekerjaan tersebut diselesaikan. Mengenai hal ini fuquha’ menetapkan kebijakan dengan perincian perkasus,sebagaimana berikut ini.(i)   Dalam kasus pinjaman untuk pertanian,pemilik tanah tidak berhak menuntut pengembalian sebelum masa panen, sebab pertanian berlangsung dalam satu musim tanam. Berbeda dengan kasus persewaan tanah untuk pertanian. Dalam hal ini penggunaan melebihi kasus persewaan tanah untuk pertanian. Dalam hal ini penggunaan melebihi batas waktu sampai masa panen diganti dengan penambahan ongkos sewa. Dengan cara demikian terpeliharalah hak pemilik sedang pihak penyewa tidak dirugikan.(ii)       Dalam kasus pinjaman untuk tujuan perkebunan dan untuk mendirikan bangunan,pemilik tanah berhak menarik kembali tanahnya setiap saat ia suka. Ketika itu peminjam wajib mencabut kebun atau merobohkan bangunan dan menyerahkan tanah kepada pemiliknya dalam keadaan kosong. Karena perkebunan pendirian bangunan berlangsung tidak terbatas masa tertentu, tidak seperti pertanian yang berakhir dengan masa panen. Namun jika sejak semula pinjaman tersebut dibatasi dengan waktu, sedang pemilik menarik kembali tanahnya sebelum usaha yang dilakukan pihak pinjaman selesai dilakukan, maka pemilik benar-benar telah berbuat curang (gharar) yang sangat merugikan. Dalam kasus sepeti ini pihak peminjam berhak menuntut kerugian yang terhitung sejak pengosongan tanah sampai batas akhir waktu, dengan mempertimbangakan harga jual bangunan atau perkebunan.Prinsip keempat
ان ملكية الاعيان لاتقبل الاسقاط وانما يقبل النقل‘’pada prinsipnya pemilikan benda tidak dapat digugurkan,namun dapat dialihkan atau dipindah’.Sekalipun seseorang bermaksud menggugurkan hak miliknya atas suatu barang, tidak terjadi pengguguran, dan pemilikan tetap berlaku baginya. Berdasarkan prinsip ini islam melarang sa’ibah (litt.melepaskan),yaitu perbuatan semata menggugurkan atau melepaskan suatu milik tanpa pengalihan kepada pemilik baru. Secara umum perbuatan ini termasuk dalam kategori tabdzir (menyia-nyiakan) karunia tuhan.Prinsip kelimaان الملكية الشائعة فى الاعيان المادية هي فى الاصل كالملكية المتميزة المعينة فى قابلية التصرّف الالمانع‘’pada prinsipnya mal al-masya’ (pemilikan campuran) atas benda materi, dalam hal tasharruf, sama posisinya dengan milk al-mutayyaz, kecuali ada halangan (al-mani)’’.Berdasarkan prinsip ini diperbolehkan menjual bagian dari milik campuran,mewakafkan atau berwasiat atasnya. Karena tasharruf atas sebagian harta campuran sama dengan bertasharruf atas pemilikan benda secara keseluruhan. Kecuali bertasharruf dengan tiga jenis akad: rahn(jaminan utang), hibah dan ijarah (persewaan). Halangan bertasharruf pada rahn dikarenakan tujuan rahnadalah sebagai agunan pelunasan hutang, sehingga marhun (benda agunan)harus diserahkan kepada murtahin (pemegang gadai/agunan). Yang demikian tidak sah dilakukan atas sebagian dari milik campuran.Halangan bertasharruf dengan hibbah dikarenakan kesempurnaan hibbah harus disertai penyerahan (aq-qabdhu), sedang penyerahan hanya dapat dilakukan pada milk al-mutayyaz.(harta dapat dipisahkan dari yang lainya). Adapun halangan tasharruf dengan ijarah,menurut pandangan fuquha’ hanafiyah adalah jika akad ijarah tersebut dilakukan terhadap sebagian dari harta campuran.namun jika ijarah dilakukan oleh masing-masing sekutu atas keseluruhan harta campuran, yang demikian ini tidak ada halangan.Prinsip keenamان الملكية السائعة فى الديون المشتركة و هي متعلقة بالذمم لاتقبل القسمة‘’pada prinsipnya milik campuran atas hutang bersama yang berupa suatu beban pertanggungan tidak dapat dipisah-pisahkan’’.Apabila pemilikan atas hutang berserikat telah dilunasi (diserahkan) maka telah berubah menjadi milk al-‘ain bukan lagi sebagai milk al-dain.Kemudian dapat dilakukan pembagian bagi masing-masing pemiliknya, sebagaimana yang dapat dilakukan terhadap setiap harta campuran yang dapat menerima pembagian.Berdasarkan prinsip ini, apabila salah seorang dari sejumlah orang yang memiliki piutang bersama menerima pelunasan hutang yang sepadan dengan bagian yang dimilikinya, maka pelunasan tersebut harus dibagi di antara sekutunya.Sebab kalau seorang di antara mereka dapat melepaskan diri dari sekutunya dalam hal pelunasan hutang harus dinyatakan sebelumnya bahwa telah terjadi pembagian atas piutang bersama dalam bentuk pertanggungan sehingga tidak lagi sebagai piutang bersama, melainkan telah berubah menjadi piutang mumayyazah.Demikianlah maksud dari ‘’piutang bersama tidak dapat pisah-pisahkan’’.

   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar